Tutorial Bertahan di Acara Keluarga Tanpa Ditanya Kapan Nikah (Atau Kapan Sukses)
Peringatan:
Postingan ini mengandung sarkasme, trauma masa kecil, dan tips bertahan hidup dalam medan perang paling berbahaya di muka bumi: acara keluarga.
---
Bab 1: Sambutan Hangat yang Menjebak
Hari Raya. Hajatan. Arisan akbar. Kamu datang dengan niat baik — makan gratis, ketemu nenek, dan pakai baju yang gak kamu cuci sejak Lebaran lalu. Tapi begitu kaki masuk halaman rumah saudara…
> “Wah, ini si [Nama Kamu], udah besar ya. Kapan nyusul nikah?”
Langsung saja: panic mode activated. Nafas tercekat, mata mencari toilet, jiwa ingin menjelma batu nisan.
Acara keluarga bukan sekadar kumpul. Itu adalah audisi tak resmi bernama "Siapa Paling Sukses di Angkatanmu?"
---
Bab 2: Jenis-Jenis Pertanyaan Maut
Mari kita klasifikasikan senjata andalan saudara-saudara kita:
1. Pertanyaan Soft Launching:
> “Udah ada calon belum?”
Maksud sebenarnya: “Kami siap ngegosip kalau kamu jawab iya.”
2. Pertanyaan Bom Atom:
> “Kapan nikah?”
“Itu teman kamu udah anak dua lho...”
Maksud: “Cepatlah menikah agar keluarga kami bisa posting foto bareng di Instagram.”
3. Serangan Bisnis dan Karir:
> “Kerja di mana sekarang?”
“Gaji berapa?”
Maksud: “Kami akan membandingkan kamu dengan sepupu yang jadi PNS sekaligus seleb TikTok.”
4. Komentar Ninja:
> “Makin subur ya...”
Terjemahan: “Kamu gemukan.”
Emosi: pecah.
---
Bab 3: Strategi Bertahan Hidup (Versi Brontosaurus Gila)
1. Senjata Andalan: Senyum 45 Derajat
Angkat sudut bibir sedikit. Tunjukkan keikhlasan palsu. Ucapkan:
> “Aamiin, doain aja ya tante.”
Langsung lari ke tempat makanan.
2. Gunakan Teknik Ilmiah
Jawab pertanyaan “Kapan nikah?” dengan:
> “Secara statistik, usia pernikahan ideal adalah ketika kematangan emosional seimbang dengan stabilitas finansial. Saya sedang menuju titik itu.”
Tante kamu akan diam... atau pingsan.
3. Modus Tukang Foto
Bawa kamera. Jadi fotografer dadakan. Orang akan menghormatimu karena kamu “sibuk.” Dan tidak akan sempat ditanya, “Udah punya rumah belum?”
4. Ngumpet di Dekat Anak-Anak
Anak-anak tidak menghakimi. Mereka cuma tanya hal penting seperti:
> “Kak, punya game di HP gak?”
Bonus: kamu bisa main ular tangga sambil menghindar dari tante judgmental.
5. Sandiwara Profesional
Saat ada yang nanya:
> “Kapan nyusul nikah?” Jawab:
“Minggu depan.”
Lalu jalan cepat ke luar rumah. Terserah mau nikah beneran atau tidak. Yang penting kamu menang ronde itu.
---
Bab 4: Kalau Kamu Memutuskan Melawan
Ada masanya kamu capek jadi korban dan memutuskan jadi predator sosial juga. Berikut amunisi balasan:
1. Tanya balik dengan senyuman:
> “Tante sendiri, gimana pernikahan 20 tahunnya?”
Risiko tinggi, tapi meledak.
2. Serang balik dengan perbandingan absurd:
> “Teman saya nikah umur 18, sekarang cerai tiga kali. Saya belajar dari itu.”
Tante: buffering…
3. Taktik Filosofis:
> “Pernikahan bukan tujuan hidup, tapi proses. Saya masih di tahap mencintai diri sendiri.”
(Bonus: bisa viral di Twitter.)
---
Bab 5: Tanya yang Gak Pernah Ditanya Balik
Coba bayangkan, saat kamu datang ke acara keluarga dan nanya ke om kamu:
> “Om, pensiun kapan?”
“Gaji bulan ini berapa, Om?”
“Kok perutnya makin buncit, Om?”
Tapi kita gak pernah berani kan? Karena budaya kita meyakini: yang muda harus kuat menerima sindiran, sementara yang tua bebas melempar bom sosial tanpa sanksi.
Nah, saatnya kita ubah itu. Tapi tetap dengan elegan.
Contoh:
> “Tante, aku suka gaya jilbabnya. Belinya di mana?”
Boom! Tante langsung promosi lapak Shopee-nya dan lupa kamu belum nikah.
---
Bab 6: Menyadari Bahwa Semua Ini Karena Cinta (Katanya)
Kadang (tidak selalu), semua pertanyaan itu muncul bukan karena mereka jahat… tapi karena mereka:
Gak tahu topik obrolan lain.
Penasaran (walau kurang sopan).
Nganggap hidup cuma dua fase: lahir → nikah → mati.
Jadi kita bisa mencoba... memaklumi.
Kalau tidak bisa maklumi, ya minimal tidak lempar piring saji ke arah mereka.
---
Bab 7: Setelah Pulang, Me Time Adalah Segalanya
Setelah acara selesai, langkah-langkah pemulihan:
1. Buka sandal, langsung mandi air hangat.
2. Buka HP, unfollow semua sepupu yang bikin insecure.
3. Pesan martabak dan tonton film yang ending-nya lebih manis dari komentar saudara kamu.
Dan ingat, kamu tidak sendiri. Ada ribuan (mungkin jutaan) orang yang juga dilecehkan sosial lewat kata “kapan.”
---
Penutup: Hidupmu, Pilihanmu
Nikah atau tidak. Sukses atau belum. Kerja tetap atau freelance. Semua itu valid.
Jangan biarkan pertanyaan basi dari tante yang 90% hidupnya diisi drama sinetron mengubah cara kamu mencintai diri sendiri.
---
Ingat: Kamu bukan kesalahan, kamu bukan keterlambatan — kamu adalah progress.
Dan kamu lucu, walau belum nikah dan belum punya rumah sendiri.
---
Kalau kamu suka postingan ini, silakan bagikan ke teman yang juga trauma acara keluarga. Kita bisa bikin support group bareng.
Sampai jumpa di postingan absurd selanjutnya.