Pengakuan Seorang Korban Kulkas Bersih Tapi Dompet Kosong
Prolog: Antara Kelaparan dan Keuangan yang Tak Sepadan
Ada dua jenis manusia di dunia ini:
1. Mereka yang punya makanan enak di kulkas.
2. Saya.
Setiap kali saya buka kulkas, saya merasa seperti arkeolog yang sedang menggali situs sejarah yang tidak terlalu berharga: sisa sambal sachet, es batu misterius, dan sepotong tahu yang mungkin sudah menandatangani surat kematian.
---
Bab 1: Ritual Buka Kulkas
Pernahkah kamu membuka kulkas dengan harapan besar, lalu langsung tutup lagi seperti habis lihat mantan?
Saya melakukannya rata-rata 11 kali sehari.
Tidak ada yang berubah. Tidak ada makanan yang muncul secara magis. Tapi entah mengapa, otak saya selalu berkata:
> “Coba cek lagi. Siapa tahu sekarang ada pizza.”
(Padahal saya nggak pernah beli pizza.)
Ritual ini telah menjadi semacam olahraga spiritual, dan saya rasa ini penyebab utama mengapa saya tetap langsing meski pikiran saya dipenuhi makanan.
---
Bab 2: Dompet Kosong Tapi Idealistik
Mengisi kulkas butuh uang.
Tapi saya punya prinsip: "Makan itu penting, tapi Wi-Fi lebih penting."
Jadi kalau uang tinggal 50 ribu, saya akan berpikir keras:
Beli nasi padang?
Atau perpanjang paket internet biar bisa scroll TikTok sambil lapar?
Saya tahu ini tidak bijak. Tapi kamu juga tahu rasanya lapar dan sendirian di dunia ini. Minimal kalau ada Wi-Fi, saya bisa nonton mukbang orang Korea makan lobster ukuran mobil.
---
Bab 3: Isi Kulkas yang Tidak Layak Disebut Makanan
Mari kita inventarisasi isi kulkas saya minggu lalu:
3 sachet sambal dari ayam geprek dua minggu lalu.
Saus tomat merek asing yang kadaluarsa sejak pandemi.
Botol air minum setengah kosong yang sudah saya hindari karena curiga itu air cucian piring.
Sebuah telur rebus yang sudah seperti batu candi.
Es batu berbentuk Hello Kitty (hasil kado ulang tahun yang tidak relevan).
Dan yang paling berharga:
Satu bungkus mi instan. Tapi saya tidak mau makan. Karena kalau sudah habis, saya kehilangan alasan untuk hidup.
---
Bab 4: Ketika Harapan Itu Muncul (Tapi Bohong)
Pernah suatu kali, saya lihat ada plastik hitam di dalam kulkas. Bentuknya menjanjikan. Seperti berisi sesuatu yang bergizi.
Saya membayangkan:
> “Wah… rendang?”
“Ayam goreng?”
“Sisa kue ulang tahun?”
Saya buka perlahan...
Ternyata: kulit semangka. Yang sudah mengering. Yang saya simpan untuk "compost" padahal saya tinggal di apartemen tanpa tanah.
Harapan itu seperti mantan: manis di awal, busuk di akhir.
---
Bab 5: Trik Bertahan Hidup yang Sudah Teruji
Sebagai veteran kulkas kosong, saya punya beberapa teknik bertahan hidup:
1. Bertamu ke Rumah Teman yang Kaya
Datang dengan wajah tak berdosa.
> “Eh numpang lewat doang…”
(Padahal udah ngincar lauk di meja makan.)
2. Menghadiri Acara yang Ada Konsumsi
Nikahan, seminar, pembukaan minimarket baru — yang penting ada nasi kotak.
Saya bahkan pernah pura-pura jadi mahasiswa fakultas pertanian hanya demi ikut makan siang seminar pupuk organik.
3. Makan Gratis dari Aplikasi
Beberapa app kasih promo: “Makanan pertama gratis!”
Saya install, order, uninstall, ganti email, repeat.
Kalau perusahaan food delivery itu punya daftar hitam pelanggan, saya mungkin masuk peringkat tiga besar.
4. Ngopi di Cafe Tapi Bawa Roti Sendiri
Datang ke cafe, beli es teh termurah, lalu makan roti dari kantong celana.
Kalau ditegur barista, pura-pura orang asing:
> “Sorry, I thought this was allowed in my country.”
---
Bab 6: Drama Receh Tapi Nyata
Kisah paling menyedihkan dalam hidup saya:
Suatu malam, saya bermimpi makan buffet hotel. Semua makanan mewah, gratis, piring saya penuh.
Saat saya mau makan… saya bangun.
Saya nangis. Beneran. Bukan karena lapar. Tapi karena di kenyataan saya hanya punya air putih dan angan-angan.
---
Bab 7: Sebuah Harapan
Tapi dari semua ini, saya belajar tiga hal:
1. Manusia bisa sangat kreatif saat lapar.
Saya pernah bikin mie instan tapi topping-nya adalah remukan kerupuk sisa dan satu butir kacang tanah.
2. Kelaparan tidak mematikan, tapi bikin berpikir keras.
Mungkin itu sebabnya para filsuf zaman dulu hidup sederhana. Mereka lapar dan banyak mikir.
3. Kulkas kosong adalah simbol perjuangan.
Kita semua pernah di titik itu. Titik di mana hidup cuma antara listrik mati dan suara perut yang bernyanyi.
---
Epilog: Semoga Suatu Hari...
Saya punya mimpi sederhana.
Bukan mobil mewah, bukan rumah 5 lantai.
Saya cuma ingin buka kulkas dan melihat:
Telur utuh yang masih bisa dimasak.
Daging ayam yang tidak perlu dicium dulu buat tahu busuk atau tidak.
Sayur yang masih hijau. Bukan hijau lendir.
Dan kalau bisa, ada kue.
Tanpa ada yang menulis nama di atasnya pakai spidol: “PUNYA KAK RINA, JANGAN DIMAKAN!”
---
Jadi buat kamu yang sekarang juga buka kulkas dan cuma lihat lampunya nyala tapi isinya kosong: kamu tidak sendiri.
Kita semua pejuang perut kosong dengan hati yang lapang dan saldo yang tipis.
Mari kita berdoa agar suatu hari kulkas kita penuh.
Bukan cuma penuh harapan… tapi juga isi. Yang bisa dimakan.
Yang tidak kadaluarsa.
Yang bisa dibagi.
Dan yang tidak harus dicium dulu sebelum dimakan.
---
Salam lapar,
Dari saya, yang malam ini makan nasi garam pakai doa.