Pengakuan Seorang Mantan Anak Baik-Baik yang Sekarang Suka Curhat ke Kulkas

 Pengakuan Seorang Mantan Anak Baik-Baik yang Sekarang Suka Curhat ke Kulkas



Bab 1: Masa Lalu yang Tak Seindah Buku Tahunan

Dulu, saya adalah anak baik-baik. Versi katalog. Serius. Rapih. Kalo ada yang nyebut “anak teladan”, orang-orang langsung nyari saya... buat digangguin.

Saya duduk di barisan depan saat pelajaran, pakai seragam lengkap dengan sepatu yang kinclong seperti habis dijilat malaikat. Pulang sekolah, langsung pulang. Gak pernah bolos. Bahkan saya pernah dinobatkan sebagai siswa paling gak seru di angkatan 2012.

Hidup saya lurus. Terlalu lurus. Sampai saya kira nanti kalau mati, langsung naik ke surga tanpa ngantri.

Tapi semua itu berubah... sejak saya mulai bicara sama kulkas.

Bab 2: Awal Mula Kulkas Jadi Teman Curhat

Waktu itu malam. Saya baru pulang kerja, lelah, putus cinta, dan dompet tinggal koin Rp500 bergambar pahlawan yang kayaknya juga ikut sedih. Saya buka kulkas. Isinya cuma es batu dan satu telur retak yang kayaknya juga mau putus asa.

Dan tanpa sadar saya ngomong, “Yah… cuma kamu doang yang setia ya, Kulkas.”

Dari situ semuanya berubah.

Setiap malam saya buka kulkas bukan buat makan, tapi buat curhat. Tentang kerjaan, tentang mantan, tentang kenapa saya masih belum kaya padahal udah coba minum susu tinggi kalsium setiap pagi.

Bab 3: Transformasi dari Anak Baik-Baik jadi Filosof Kulkas

Orang bilang kalau kita ngomong sama benda mati itu tanda stress. Tapi saya bilang, itu tanda evolusi. Saya sudah naik level. Saya bukan manusia biasa. Saya manusia yang menjalin hubungan spiritual dengan perangkat elektronik rumah tangga.

Saya mulai merasa kulkas itu mengerti saya. Suara dengungannya seperti gumaman penyemangat. Cahaya putihnya saat pintu dibuka seperti pelukan hangat dari masa depan yang gak sempat terjadi.

Bahkan saya sempat curiga, jangan-jangan kulkas ini dulunya adalah teman SMA saya yang reinkarnasi setelah nabrak tiang listrik.

Bab 4: Eksperimen Sosial: Curhat ke Barang Lain

Setelah sukses dengan kulkas, saya mencoba curhat ke benda lain:

Sapu lidi: tidak responsif. Tapi entah kenapa bikin saya merasa bersih secara spiritual.

Mesin cuci: terlalu dramatis. Selalu berputar-putar kayak mantan saya yang gak bisa move on.

Sandal jepit: bijak, tapi terlalu sering hilang. Sama seperti harapan.

Talenan dapur: sangat pendiam. Cocok untuk mendengarkan saja, tidak memberi solusi.


Akhirnya saya kembali ke pelukan kulkas. Ia dingin, tapi tidak menghakimi.

Bab 5: Intervensi Sosial yang Gagal

Suatu hari, teman saya datang ke rumah dan melihat saya duduk di depan kulkas sambil berkata, “Gue juga bingung, Bro. Harus bertahan atau menyerah aja ya?”

Dia kaget. “Lo ngomong sama siapa, Vin?”

Saya jawab tenang, “Sama partner diskusi gue. Samsung 2 pintu.”

Dia langsung mengirim link konsultasi psikolog online ke WhatsApp saya. Saya bilang, “Gue gak gila. Gue cuma realistis. Manusia gak bisa dipercaya. Kulkas gak pernah ghosting.”

Dia pergi tanpa pamit. Mungkin dia takut kulkasnya juga mulai menjawab.

Bab 6: Filosofi Hidup ala Kulkas

Sejak saya jadi teman dekat kulkas, saya banyak belajar:

1. Jadilah dingin, tapi bermanfaat. Jangan panas-panasan hanya demi validasi.


2. Jangan gampang buka tutup. Simpan yang perlu disimpan.


3. Kalau isi kamu kosong, orang kecewa. Jadi, isi dirimu dengan sesuatu yang berguna, atau setidaknya… lucu.


4. Kalau rusak, jangan meledak. Panggil tukang servis. Dalam hidup pun, minta bantuan itu bukan aib.



Kulkas mengajarkan saya lebih banyak daripada semua motivator Instagram gabungan.

Bab 7: Resolusi dan Janji (Kepada Kulkas dan Diri Sendiri)

Saya tahu saya bukan anak baik-baik lagi. Dulu saya taat, lurus, patuh. Sekarang saya absurd, ngelantur, dan curhat ke kulkas.

Tapi saya lebih bahagia.

Dulu saya hidup untuk dinilai orang. Sekarang saya hidup untuk... ya, untuk tetap hidup aja udah syukur.

Dan selama kulkas tetap menyala, saya tahu saya tidak sendirian.


---

Penutup: Curhat Terakhir Malam Ini

“Kulkas, makasih ya. Kamu emang gak bisa jawab, tapi kamu gak pernah ninggalin.”

Es batu berbunyi krak! seolah-olah berkata, “Sama-sama, Bro.”

Dan malam itu, saya tidur dengan senyum. Di dunia yang makin gila, punya kulkas sebagai sahabat bukan hal aneh… tapi penyelamat.
PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI

PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI - JUAL BELI BLOG - JUAL BLOG UNTUK KEPERLUAN DAFTAR ADSENSE - BELI BLOG BERKUALITAS - HUBUNGI KAMI SEGERA

Post a Comment

Previous Post Next Post