Ketika Kipas Angin Jadi Sahabat Sejati: Curhatan Anak Kos 3x Lantai

 Ketika Kipas Angin Jadi Sahabat Sejati: Curhatan Anak Kos 3x Lantai


Kata Pembuka yang Tidak Membuka Apa-Apa

Di dunia ini ada dua hal yang tidak pernah mengecewakan:

1. Mie instan rasa soto,


2. Dan kipas angin yang bisa diputar 360 derajat.



Kipas angin adalah pahlawan tanpa tanda jasa, apalagi buat kita-kita yang tinggal di kosan lantai tiga, tanpa AC, tanpa lift, dan tanpa harapan.


---

Bab 1: Kenalan dengan Si Ujang, Kipas Setia

Kipas saya bernama Ujang.
Dia bukan cuma alat elektronik, dia teman hidup.
Sudah 4 tahun menemani saya dari zaman skripsi sampai zaman nonton sinetron sambil rebahan.

Ujang punya tiga tingkat kecepatan:

Level 1: Napas kucing.

Level 2: Angin sore bulan puasa.

Level 3: Topan kecil bersertifikasi SNI.


Kalau Ujang disetel ke Level 3, suara mesinnya lebih keras dari keluhan ibu kos soal tunggakan listrik.


---

Bab 2: Anak Kos dan Derita Tanpa AC

Saya tinggal di kos yang… mari kita bilang “bersejarah.”

Dindingnya tipis, suara tetangga kentut bisa kedengaran.

Jendela bolong, tapi masih ditutup plastik.

Atap bocor kalau hujan, jadi kayak punya kolam renang mini indoor.


Dan tentu saja, tidak ada AC.

Di siang hari, suhu kamar bisa membuat telur matang tanpa kompor.
Saya pernah taruh telur ayam di meja, 45 menit kemudian… matang setengah.


---

Bab 3: Ritual Sakral Menyalakan Kipas

Kipas angin bukan hanya dinyalakan. Ia disakralkan.

Langkah-langkahnya:

1. Colok ke terminal listrik yang penuh percabangan. (Terminal ini kayak silsilah keluarga Jawa: bercabang 8.)


2. Tekan tombol Level 2. Jangan langsung Level 3, nanti Ujang kaget.


3. Arahkan ke wajah. Tutup mata, rasakan embusan angin yang tidak dingin tapi cukup untuk merasa masih hidup.


4. Taruh posisi paling stabil. Biasanya di atas ember, kardus, atau tumpukan buku skripsi yang tidak selesai.




---

Bab 4: Persahabatan Sejati Dimulai

Ujang tahu semua rahasia saya.

Dia yang menemani saya ngerjain tugas jam 3 pagi.

Dia yang mendengar semua omongan saya saat ngelantur sendirian.

Dia juga yang kadang saya peluk saat kesepian (dan itu agak aneh, saya tahu).


Saya pernah ngomong ke Ujang:

> “Bro, kalau kamu bisa ngomong, pasti kamu udah pergi dari kamar ini, ya?”
Tapi Ujang cuma berputar pelan, kayak mengangguk sabar.




---

Bab 5: Ujian Persahabatan

Tapi semua tidak selamanya indah.
Suatu malam, Ujang mogok.

Saya panik. Saya buka casingnya.
Di dalamnya ada debu setebal buku novel.

Saya ambil sikat gigi bekas, mulai bersih-bersih sambil berdoa:

> “Ya Tuhan, hidup saya mungkin berantakan, tapi tolong jangan ambil kipas ini…”



Setelah 15 menit, saya pasang ulang.
Saya tekan tombol…

DIA HIDUP KEMBALI.

Saya nangis. Beneran.
Bukan karena kipasnya doang, tapi karena saya sadar betapa rendahnya titik hidup saya.


---

Bab 6: Kipas Multifungsi

Kipas angin, dalam kehidupan anak kos, bukan hanya penghasil angin.
Dia juga:

Pengering pakaian darurat. Jemur kaos di depan kipas selama 2 jam, kering dan sedikit wangi kipas.

Pendingin mie instan. Biar nggak harus meniup terus, tinggal taruh mangkok di depan kipas. Praktis.

Pemusnah nyamuk. Ujang pernah memenggal nyamuk dengan baling-balingnya. Brutal tapi efisien.

Alat introspeksi. Tatap kipas yang berputar, sambil mikir: “Kapan hidupku juga muter ke arah yang benar?”



---

Bab 7: Kipas dan Cinta

Pernah saya bawa gebetan ke kamar.
Dia duduk, langsung berkata:

> “Wah, kipasnya tua banget ya... masih jalan?”
“Iya, namanya Ujang.”
“Kamu kasih nama kipas?”
“Lebih setia dari mantan, soalnya.”



Dia tertawa.
Dan saya sadar... mungkin Ujanglah yang membuat saya tetap bertahan.

Gebetannya pergi minggu depannya.
Ujang tetap di sana, berputar tanpa mengeluh.


---

Bab 8: Malam-Malam Filosofis dengan Kipas

Saat malam, saat lampu sudah redup, dan semua tidur...
Saya duduk diam, menatap Ujang berputar.

Angin pelan menyentuh wajah saya.
Dan saya bertanya dalam hati:

> “Kenapa manusia nggak bisa setabah kipas?
Terus berputar, meski tidak pernah kemana-mana.”
“Kenapa kita menyerah, saat kipas saja bertahan walau dimarahi ibu kos karena boros listrik?”
“Dan kenapa kipas ini... nggak bisa dibuat bawa terbang dari realita hidup yang keras ini?”




---

Bab 9: Perpisahan yang Tak Terhindarkan

Suatu hari... Ujang mulai batuk.
Maksud saya: berbunyi cetak-cetek, ngik-ngik.
Seperti suara sandal jepit ketemu ubin basah.

Saya tahu... waktunya hampir tiba.

Saya sempat menabung untuk beli kipas baru. Tapi hati saya tidak tega.

Saya akhirnya menyervis Ujang. Biaya: Rp15.000 plus dua gorengan untuk tukang servisnya.
Setelah itu, Ujang kembali kuat seperti kipas ninja.

Saya peluk dia lagi malam itu.
Dia tetap dingin... tapi saya tahu, dia hangat di dalam (atau itu cuma motor panasnya aja, entahlah).


---

Epilog: Kipas dan Harapan

Di dunia yang bergerak cepat dan penuh tekanan, kadang yang kita butuhkan cuma:

Sebuah tempat sunyi,

Sebuah kipas angin,

Dan hati yang tenang.


Ujang, kipas anginku, bukan hanya penyejuk.
Dia adalah pengingat bahwa kesetiaan dan keteguhan bisa ditemukan… bahkan di benda bermesin yang cuma tahu berputar.

Terima kasih, Ujang.
Kalau aku punya uang lebih nanti, aku beliin kamu tempat duduk lebih bagus.
Jangan lagi kamu berdiri di atas galon kosong dan kardus mie instan.


---

Salam putar terus,
Dari aku, anak kos lantai 3 yang hidupnya dibantu tiupan angin buatan.
PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI

PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI - JUAL BELI BLOG - JUAL BLOG UNTUK KEPERLUAN DAFTAR ADSENSE - BELI BLOG BERKUALITAS - HUBUNGI KAMI SEGERA

Post a Comment

Previous Post Next Post